SELAMAT DATANG
REKAN-REKAN ALUMNI SMAN 2 BANDAR LAMPUNG
LULUSAN TAHUN 1982

Kamis, Oktober 09, 2008

Liputan Reuni SMANDA '82, 4 Oktober 2008

“Jika orang tua kita mampu memberi kehidupan melalui rejeki yang mereka peroleh dari Tuhan, maka guru memberi jalan agar hidup itu lebih berkualitas – lebih bermakna.”


Alhamdulillah. Tiada kata yang layak terucap selain puji syukur ke hadirat Allah, Tuhan YME. Akhirnya acara Reuni SMANDA ‘82 berhasil digelar oleh para alumni pada hari Sabtu, 4 Oktober 2008. Perasaan haru dan bahagia menyelimuti suasana reuni. Masing-masing tenggelam dalam ‘romantisme’ masa SMA-nya. Nuansa suasana SMA yang sudah 26 tahun kita tinggalkan betul-betul terasa hadir kembali.

Sehari menjelang hari H, “tim redaksi” bersama Benny dan Loli sempat meninjau lokasi untuk acara inti di Ruang Rakata, Hotel Sahid Bandarlampung, sambil memastikan bahwa layout ruangan sesuai dengan apa yang kita rencanakan. Misalnya saja susunan meja-meja bundar dengan 8 kursi ala cafĂ©, posisi podium, meja resepsionis, backdrop, screen, serta meja untuk laptop dan in-focus.

Acara Pagi: Kumpul di SMAN 2 Sambil Menyusuri Komplek Sekolah

Jam 7 pagi tim redaksi tiba di gerbang SMAN 2. Tampak Benny (dengan memakai kaos hitam dan celana pendek hitam ala guru silat), Hamzah, dan Badra telah menunggu di depan eks rumah dr. Sri Rahayu yang sekarang sudah dijadikan klinik. Klinik dicat dengan warna merah terra-cotta, cukup eye-catching dari kejauhan. Di seberang klinik, ada rumah Aty Nurdiana (“mantan pacar” Benny). Tim redaksi jadi teringat di masa SMA dulu, ketika usai main basket di sore hari kami sering minta air minum dingin di rumah Aty.

Sambil menungu yang lain datang, kami belum masuk ke dalam komplek sekolah. Tak lama Ulung, Heruwahyudi, Loli, Mumun, Noviana, Yulismalinda, Iqbal, Aditia dan yang lain menyusul. Mumun membagikan snack box, dan untuk sementara kami nongkrong di rumahnya Aty sambil minum kopi dan teh.

Ketika melangkahkan kaki ke dalam kompleks sekolah, tim redaksi menyapukan pandangan ke segenap penjuru kompleks. Tampak gedung bangunan lama yang telah ada pada saat kita menimba ilmu dulu masih tetap seperti aslinya. Boleh dibilang tidak ada perubahan. Hanya kantor guru, dulunya pintu masuknya agak ke samping dan ada loket bayar SPP, sekarang pintu masuknya di tengah-tengah bangunan dengan ditambahkan semacam joglo di depan pintu masuk. Tim redaksi dan Benny masuk ke dalam ruang guru dan ruang Kepala Sekolah. Sekat ruangan tidak banyak yang berubah. Dua unit AC terpasang di ruang Kepala Sekolah dan Wakilnya. Di sisi kiri kompleks (kalau dari arah gerbang) terdapat beberapa bangunan baru: lab bahasa, lab komputer, perpustakaan, masjid, dan beberapa lokal/ruang kelas baru. Bangunan-bangunan yang menurut tim redaksi cukup bersahaja dibandingkan dengan reputasi SMAN 2 sebagai sekolah unggulan.

Tim redaksi merasakan betapa kenangan 26-29 tahun lalu terasa hadir kembali di depan mata, ibarat menyaksikan tayangan video masa lalu. Teringat Ayahanda Yasin, Kepala Sekolah kita, ketika waktu menunjukkan jam 7.25 (jam belajar kita dulu dimulai pada jam 7.30) beliau mulai berdiri di bawah pohon palem tepat di depan kantor guru. Beliau menyuruh para anak didiknya cepat-cepat masuk ke kelas supaya tidak terlambat. Namun jam 7.35 beliau memerintahkan penjaga sekolah menutup gerbang. Alhasil untuk mereka yang terlambat tidak bisa masuk kelas. Beliau sangat disiplin. Pentingnya disiplin itu baru terasa setelah usia kita makin menanjak dewasa. Disiplin merupakan salah satu nilai budaya yang dapat menghantarkan suatu bangsa pada kemajuan. Tidak ada negara maju yang tidak berbudaya disiplin.

Matahari pagi cerah sekali. Karena yang hadir di pagi itu kelihatannya justru hanyut mengenang masa lalu, akhirnya acara olahraga tidak jadi dilaksanakan. Kami asyik menyusuri bangunan dan lorong sekolah. Kami ke belakang, masih ada tempat jajan baso-nya Pak Min. Lalu yang dulu warung nasi uduknya Pak Madian menjadi semacam kantin yang semi permanen. Teringat dulu beberapa teman kalau malas upacara bendera di hari Senin pura-pura pingsan lalu dipapah oleh teman yang lain dan nongkrong di warungnya pak Madian sambil makan nasi uduk dan ketawa cekikikan. Ya, mengenang masa indah seperti itu, tanpa terasa air mata haru tergenang di kelopak mata. Betapa nakal dan jahilnya kita di masa SMA.

Ada sedikit catatan yang agak “mengganjal” tim redaksi. Di belakang tembok sekolah yang dari arah lapangan basket tim redaksi melihat ada beberapa bangunan rumah yang super mewah. Apakah lereng bukit itu memang diperbolehkan oleh pemkot untuk dijadikan komplek real estate? Bukankah sejak dulu lereng perbukitan ini ada sumber mata air alami yang mengalir terus dan menjadi tumpuan masyarakat di bawah perbukitan tatkala musim kekeringan tiba? Apakah dalam waktu tidak lama lagi akan digunduli dan dijadikan kawasan pemukiman elit seperti yang banyak terjadi di daerah puncak yang akhirnya mengakibatkan bencana banjir di daerah hilirnya? Entahlah, tim redaksi tidak tahu persis dan tidak mau menyampuri urusan kebijakan pemkot.

Sekitar pukul 9.15 acara menyusuri komplek sekolah kami akhiri, diteruskan dengan kumpul-kumpul di Stadion Pahoman sambil makan siomay dan mie ayam. Mendekati jam 10 acara pagi bubaran.

Acara Inti di Hotel Sahid Bandarlampung

Tim redaksi datang lebih dulu, tiba jam 13.45, sambil memperhatikan petugas hotel mencek setting-an sound system, ternyata cukup ok. Tak lama kemudian teman kita Sri Maya Peni dengan “dikawal” oleh suami datang, lalu disusul satu per satu oleh teman-teman alumni lainnya. Memang ada beberapa teman alumni yang “dikawal” oleh pasangannya. Mungkin karena dikhawatirkan “romantisme” masa SMA betul-betul terulang kembali. Maklum masih banyak para ibu-ibu alumni kita yang “beauty”-nya masih “remains” meski usia sudah menapaki 44-45. So jangan sampai acara reuni dijadikan ajang untuk mojok di pantai di belakang hotel, hehehe. Yang unik adalah rekan kita Budiman, mungkin karena istrinya tidak ada waktu untuk mengawal maka anaknya yang disuruh mengawal.

Guru yang pertama datang adalah Pak Kaswan, kemudian disusul oleh Ibu Tuti Rahayu dan Ibu Lensi. Anemo yang hadir boleh juga karena ada beberapa teman yang memang sengaja mengatur jadwalnya agar bisa menghadiri acara reuni ini. Pencairan suasana (ice breaking) sambil bernostalgia antar sesama alumni dan antara alumni dan guru-guru dilakukan oleh yang hadir sebelum acara dimulai. Beberapa foto jadul ditayangkan dalam bentuk slide show. Acara baru dimulai pada jam 15.15 setelah terlihat ruangan terisi penuh.

Rekan kita Yusdinal didapuk sebagai MC. Dengan suara baritonnya yang tegas dan mikrofonik Yusdinal membuka acara, menghidupkan suasana, mengitari ruangan dari meja ke meja. Yusdinal menyapa dan menyebut nama-nama di setiap meja yang dikitarinya. Wah, hebat juga daya ingatnya, masih hapal nama-nama mayoritas yang hadir, baik yang IPA maupun IPS. Tim redaksi membayangkan gayanya Yusdinal tidak kalah dengan Helmi Yahya, Tontowi Yahya, Harun Yahya, atau yahya-yahya yang lainnya.

Acara sambutan dari pihak alumni diberikan oleh Hamzah (wakil dari panitia), Gamil (wakil dari IPA), dan Badra (wakil dari IPS). Ketiga rekan kita ini sepakat bahwa harus ada upaya konsolidasi antar sesama alumni, tidak ada dikotomi IPA-IPS, tidak ada dikotomi antara yang berdomisili di Lampung dan di luar Lampung, dan agar ke depannya alumni SMANDA ’82 sebagai suatu kelompok dapat berbuat sesuatu yang ril untuk masyarakat dengan berfokus pada Lampung sebagai domain kegiatannya. Saat memberikan sambutan di depan guru-guru dan alumni Gamil mengatakan, “Tanpa guru kami bukan siapa-siapa. Jika orang tua kami memberi kehidupan melalui rejeki yang diperolehnya dari Tuhan, maka guru memberi jalan agar hidup lebih berkualitas – lebih bermakna”. Standing ovation (penghormatan sambil berdiri disertai tepuk tangan riuh) diberikan untuk guru-guru kita atas pengabdian mereka yang luar biasa dalam mempertahankan prestasi SMAN 2 sebagai sekolah unggulan kebanggaan masyarakat Lampung. Gamil juga sempat menayangkan beberapa slide tentang profil alumni SMANDA ’82 IPA. Loh, kok tim redaksinya jadi narciss nih, hehehe…

Sebetulnya suasana haru campur bahagia sudah dimulai sejak ice breaking. Namun ketika sambutan demi sambutan diberikan, suasana haru itu makin terasa menyelimuti ruangan. Bagaimana tidak? 26 tahun telah berlalu! Ketika Ibunda Lensi, Ibunda Tuti Rahayu, dan Ayahanda Kaswan naik ke podium, suasana belajar-mengajar di kelas yang kita alami 26-29 tahun lalu itu hidup kembali. Apalagi ketika Ibunda Lensi di podium menyapa dengan, “Anak-anakku sekalian… Boleh kan ibu menyapa kalian dengan anak-anakku… karena sesungguhnya kalian memang anak-anak ibu….” Sungguh mengharukan, kami langsung teringat kembali saat Ibunda Lensi memberikan mata pelajaran Kesenian dan Bahasa Indonesia di depan kelas. Ibunda Lensi di usianya yang sekarang masih memiliki fisik yang bagus, mampu berjalan tegar, dan suara mezzo sofran-nya yang mikrofonik itu masih tegas, berwibawa, sekaligus memancarkan sifat keibuan.

Saat Ibu Tuti naik ke podium, suaranya masih jelas, lugas, dan lancar sebagaimana layaknya beliau mengajar kimia di depan kelas. Bagi Ibu Tuti, alumni SMANDA ’82 mendapat tempat khusus di hatinya karena (1) pertama kali beliau menjadi guru di SMAN 2 langsung mengajar angkatan ’82, (2) beliau mengajar angkatan ’82 dari kelas 1 (semester 2) sampai kelas 3. Makanya beliau masih ingat nama-nama dan kenangan dari murid-murid angkatan pertamanya. Beliau memang piawai mengajarkan kimia, sehingga pelajaran yang dipandang “killer” ini jadi terasa mudah ketika diajarkan Ibu Tuti. Ibu Tuti membeberkan beberapa nostalgia ketika mengajar kita. Salah satunya adalah ketika di angkatan kita ada yang mendapat nilai kimia 4 (kalau tim redaksi tidak salah dengar) lalu rame-rame satu kelas mendatangi rumah beliau minta supaya angka tersebut diperbaiki, dari merah menjadi biru. Siapa ya orangnya? Tapi yang jelas di ruangan reuni itu ada yang merasa deh, dan langsung sungkem cium tangan Ibu Tuti dengan penuh haru, hehehe.

Giliran Pak Kaswan memberikan sambutan. Wejangan beliau sangat bernuansa religi. Sebelum acara dimulai tim redaksi sempat berbincang dengan Pak Kaswan, ternyata beliau hafal Alqur’an sebanyak 4 juz, salah satunya Surah Ali Imran. Beliau pernah menderita sakit lever selama beberapa tahun. Namun berkat ikhtiar dan doa yang tanpa henti, penyakit beliau disembuhkan oleh Allah. Beliau menekankan agar acara reuni jangan dijadikan ajang pamer keberhasilan, tetapi justru dijadikan milestone untuk berkiprah secara ril di masyarakat dengan menolong sesama, terutama menolong teman-teman sesama alumni yang kurang beruntung. Pak Kaswan ini dulu sempat mengajar kimia di semester 1 sebelum kita penjurusan. Beliau juga membuat pelajaran kimia terasa lebih hidup disertai dengan humor-humor segarnya.

Setelah sambut-menyambut usai, acara diteruskan dengan pembagian plakat dan door prize untuk guru-guru sambil menyanyikan lagu “Hymne Guru” yang dipimpin oleh Aty Nurdiana. Plakat tersebut, walau secara ekstrinsik nilainya tidak seberapa, namun secara intrinsik semoga bermakna untuk para guru kita. Selain simbol/logo yang terdapat di plakat, ada untaian kalimat ucapan terima kasih dan doa untuk para guru. Rekan Yusdinal sempat mengungkapkan kepada tim redaksi betapa dalam makna simbol dan tulisan yang terdapat dalam plakat itu. Bahkan Yusdinal mengatakan bahwa seumur dia jadi MC di acara manapun tidak pernah merasakan keharuan seperti yang dialaminya saat jadi MC di acara reuni kita kali ini. Sebuah penilaian dan komentar tulus dari seorang Yusdinal yang piawai nge-MC itu. Ketika melihat plakat, Ibu Tuti langsung menebak bahwa model molekul yang tertera pada logo adalah molekul Metana - rumus kimia CH4.

Menjelang magrib, acara dilanjutkan dengan ramah-tamah sambil bersantap. Ada yang nyumbang lagu. Yusdinal, Ukung, dan Imam adalah bintang-bintang nyanyi kita. Tim redaksi juga berkesempatan menyanyikan “Love Story”-nya Andy Williams, walau suara cempreng dan pas-pasan. Ada juga acara tukar kado antar sesama alumni yang harganya dipatok Rp 25 ribuan. Tim redaksi menyisipkan celana dalam disposable (terbuat dari bahan tissue) untuk kadonya, hehehe.

Usai acara ramah-tamah dan makan bersama, acara ditutup dengan salam-salaman khas halal bihalal. Sempat juga dilakukan foto bersama di atas panggung. Berdasarkan daftar hadir, alumni yang hadir sebanyak 66 orang (IPA dan IPS) dan 3 orang guru. Panitia me-reserve ruang reuni untuk kapasitas 70 orang, berarti yang hadir sesuai target.

Acara Malam: Karaoke di Bukit Randu

Rupanya kangen-kangenan dari pagi sampai sore belum terlampiaskan semua. Atas inisiatif Hamzah dan kawan-kawan di Lampung, malamnya dilanjut dengan karaokean di Bukit Randu. Tim redaksi bersama teman-teman dari Jakarta lainnya yaitu Loli, Yani, Iqbal, dan Peni (Pranata) ikut hadir. Semua yang hadir sekitar 15 orang. Wah, ketahuan deh bintang-bintang karaoke disitu. Yang di Lampung bintang karaokenya adalah om Badra, sedangkan yang dari Jakarta om Yani. Lagu-lagu yang dinyanyikan dari berbagai macam genre, mulai dari pop, dangdut, rock, lagu kontemporer, sampai lagu-lagu romantis jadul. Tim redaksi, karena punya sinusitis dan tidak tahan asap rokok, terpaksa mesti keluar-masuk ruangan. Jam 23 acara karaoke bubaran.


Penutup

Menurut pengamatan tim redaksi, dengan segala plus minusnya, acara reuni SMANDA ‘82 yang kita selenggarakan pada tanggal 4 Oktober 2008 dari pagi sampai malam secara umum sukses, cukup gereget, membahagiakan, mengharukan, menyehatkan (karena membantu kita mengingat kembali peristiwa masa lalu yang mungkin sempat terputus dari ingatan), sekaligus lain dari yang sudah-sudah karena (1) kita mengundang guru, dan (2) kita menyatukan IPA-IPS.

Bahwa disana-sini ada kekurangan itu adalah hal yang wajar mengingat kendala yang ada, terutama kendala komunikasi bagi kita yang sudah 26 tahun meninggalkan bangku SMA. Sebuah kurun waktu yang cukup lama, sehingga – tanpa bermaksud excuses - tidak mudah untuk mengadakan acara reuni yang perfect. Hendaknya segala kritik dan saran dijadikan masukan bagi rekan-rekan yang nantinya menjadi panitia di acara-acara mendatang.

Pada kesempatan ini tim redaksi mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada para guru yang bersedia datang, yaitu Ibunda Lensi, Ibunda Tuti Rahayu, dan Ayahanda Kaswan. Semoga ibunda dan ayahanda senantiasa diberi Tuhan nikmat sehat. Hanya Tuhan jua yang dapat membalas semua jasa ibunda dan ayahanda. Maafkan kami jika banyak kekurangan pada acara reuni tersebut.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada para donator; teman-teman yang menjadi panitia serta andil langsung dalam persiapan reuni, yaitu the 3 musketeers (Dermiyati, Ainin, Sri Rahayu), Hamzah, Benny, Badra, Asrian, Mumun, dan rekan-rekan lainnya; serta last but not least rekan-rekan yang sengaja hadir untuk menyukseskan acara reuni ini. Semoga menjadi catatan amal bagi rekan-rekan semuanya.

Akhir kata, mohon maaf jika liputan acara reuni ini tidak secanggih tulisan jurnalis profesional.

Salam SMANDA ’82! Sampai jumpa di lain kesempatan.